Friday 13 July 2012

Ulang Tahun dan Procrastination


Sepertinya tidak banyak yang saya kerjakan hari ini. Hanya merawat sel-sel peliharaan, mengganti media, membuat media baru, membuat feeder layer untuk stok minggu depan. Semua pekerjaan itu adalah pekerjaan rutin bagi saya yang bisa saya lakukan secara otomatis, ibaratnya, tanpa perlu berpikir lagi.

Jadi merasa bersalah karena saya merasa tidak banyak yang bisa saya kerjakan. Target "menata puzzle" juga tidak selesai hari ini. Menata puzzle ini pekerjaan baru bagi saya yang lumayan menyita waktu. Memang hari ini saya merasa kurang motivasi untuk mengerjakan "penataan puzzle" ini. Alasan pertama adalah hari ini Jum'at, hari menjelang weekend, aroma weekend sudah mulai terasa. Kedua, hari ini mendung, sehingga bawaannya mengantuk terus. Yang ketiga, hari ini hari lahir saya....Ulang Tahun...yayyyy..!!!

Pagi ini, setelah pesta lumpia dan batagor dengan teman-teman satu kantor, saya langsung masuk lab untuk mengerjakan pekerjaan rutin merawat sel. Jam 10.30, semua sudah selesai, waktunya minum kopi. Waktu mengambil air panas di common room, saya berpapasan dengan salah seorang teman satu group. "Why you are still here?" dia bertanya dengan nada heran. Saya yang ditanya lebih heran lagi, "What's wrong?". "Today is your birthday, go home and enjoy your life," katanya. Hehehe....saya hanya tertawa.

Sempat kepikiran juga mau pulang cepat, tapi, begitu ingat banyak data yang belum diolah, niat itu saya urungkan. Eh, tapi ini 'kan hari ulang tahun, masa' ulang tahun masih mengolah data juga. Akhirnya, niat procrastination*) itu tambah menguat setelah salah seorang Post Doc yang satu ruang dengan saya bilang..."you  're still sitting there. It's your birthday!". Okay deh kakak.....ternyata banyak yang mendukung niat saya untuk procrastinate. 

I am going home.....Relax, today is my birthday...:))

Jadi ingat tulisan yang saya dapat dari postingan milis ke milis sekitar tahun 2004-2006. Siapa penulis aslinya, saya kurang tahu. Yang jelas, alasan dibawah ini mengurangi rasa bersalah saya.


"Jika saya lihat dari hitungan hari (baca: alasan) ini, sebenarnya bukan salah sang mahasiswa bila ia tidak lulus ujian, karena belajar pun ia tidak sempat…
Tahukah anda, setahun itu hanya terdapat 365 hari yang kita tahu sebagai tahun akademik siswa… 
Mari kita hitung!


Hari Minggu
52 hari dalam setahun. Anda pasti tahu bahwa hari minggu itu adalah hari istirahat. Hari tersisa tinggal 313.


Hari Libur (Nasional maupun internasional)
Kurang lebih terdapat 13 hari libur dalam setahun, misalnya tahun baru, natal, dsb… Hari tersisa tinggal 300.


Libur Kuliah
Jelas semua mahasiswa akan libur dan tidak akan kuliah. Biasanya sekitar 2 bulan lebih, anggaplah sekitar 60 hari. Hari tersisa tinggal 240.


Tidur Yang paling baik adalah 8 jam sehari untuk kesehatan, jadi 120 hari terpakai. Hari tersisa tinggal 120.


Beribadah
Paling tidak 1 sampai 2 jam perhari kita beribadah, kita alokasikan 25 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 95.


Bermain
Hal yang paling baik untuk kesegaran dan kesehatan adalah bermain. Paling tidak memerlukan 1 jam sehari. Terpakai lagi 15 hari. Hari tersisa tinggal 80.


Makan
Sekurang-kurangnya selama satu hari kita habiskan 2 jam untuk makan atau minum, hilang lagi 30 hari. Hari tersisa tinggal 50


Berbicara
Jangan lupakan, bahwa manusia adalah mahluk sosial yang butuh berinteraksi dengan orang lain. Kita ambil 1 jam perhari untuk berbicara. 15 hari terpakai lagi. Hari tersisa tinggal 35.


Sakit
Kitapun bisa sakit, baik ringan maupun berat. Itupun `kalau’ sakit, paling tidak 5 hari dalam setahun sudah cukup mewakili. Hari tersisa tinggal 30.


Ujian
Ujian itu sendiri biasanya dilaksanakan selama 2 minggu per semester. Berarti, 24 hari sudah teralokasi untuk ujian. Hari tersisa tinggal 6.


Refreshing
Untuk menyegarkan pikiran, refreshing itu perlu. Nonton dan jalan-jalan paling tidak menghabiskan waktu 5 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 1.
Satu hari yang sisa itu khan HARI ULANG TAHUN….!!!
Masa’ harus belajar, sih?"






(Posting dalam rangka procrastination berkedok ulang tahun)

* Procrastination: at procrastinate
   Procrastinate:  to keep delaying something that must be done, often because it is unpleasant or    boring (Cambridge Advanced Learner's Dictionary)

Tuesday 6 March 2012

Cangkir yang Hilang (Missing Cups)


Ketika membaca artikel tentang "Teaspoon Study" saya benar-benar dibuat kagum dengan ide sang peneliti untuk menelusuri tentang kecepatan hilangnya sendok teh disebuah lembaga penelitian di Australia. Selain menarik, bahasan tentang penelitian ini juga menggelitik. Saking menariknya penelitian ini, saya tertarik untuk membahas penelitian itu di blog ini, silahkan klik disini untuk melihat review artikel ala saya....:-))


Dan ternyata, bukan hanya benda kecil sejenis teaspoon (sendok teh) saja yang mudah menghilang dan sulit ditelusuri keberadaannya. Benda seperti cangkir atau mug pun ternyata mudah menghilang. Ini terjadi di Universitas tempat saya belajar. Padahal, jika dibandingkan secara fisik dengan teaspoon, cangkir ukurannya jauh lebih besar. Dengan ukuran yang lebih besar ini, sepertinya kemungkinan para cangkir untuk terselip atau secara tidak sengaja terbawa pulang, rasanya juga kecil.Tapi tidak demikian kenyataannya.


Minggu lalu, saya menerima e-mail dari pengurus Engineering and Science Graduate Centre (ESGC). Berikut isi e-mail nya:


E-mail dari ESGC tentang hilangnya cangkir-cangkir di Engineering and Science Graduate Centre, dari 100 cangkir yang disediakan, saat ini hanya tinggal 5 cangkir yang tersisa.
(Klik pada gambar untuk memperbesar)






Saat menerima e-mail ini, saya langsung teringat dengan artikel Teaspoon study, dan otomatis tertawa terpingkal-pingkal membaca e-mail ini. Kelihatannya, hilangnya cangkir ini juga bisa jadi topik menarik untuk diteliti. Kemana kira-kira perginya para cangkir ini? Apakah ada Mugnoid Planet yang sekiranya menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi para cangkir? Berapa kecepatan hilangnya cangkir-cangkir ini dalam sebulan? Perlukah satelit pelacak untuk mengetahui keberadaan para cangkir ini?

Untungnya, cangkir saya masih utuh tetap berada diatas meja. Sepertinya tidak ada niatan dari cangkir milik saya untuk hijrah ke Mugnoid Planet. Tapi, siapa yang tahu isi hati sebuah cangkir? Yang saya tahu hanya isi Cangkir, kadang berisi kopi, kadang berisi air putih, kadang juga berisi air putih yang bercampur dengan bekas kopi...hehehe.....









*thinking about spoonoid life and mugnoid life out-there*




Nottingham, March 2012





Sunday 19 February 2012

Peneliti dan Sendok Teh (Researcher and Teaspoon)


Menurut definisi Kamus Bahasa Indonesia (www.KamusBahasaIndonesia.org), "peneliti" adalah sesorang yang melakukan penelitian, sedangkan definisi "sendok teh" adalah sendok kecil yang digunakan untuk mengaduk minuman (kopi, teh dan sebagainya). Lalu apa hubungan antara peneliti dan sendok teh?

Kesulitan menemukan sendok atau alat yang dapat saya gunakan untuk mengaduk kopi saat di kampus, mendorong saya untuk membawa sendiri sendok teh dari rumah. Tentunya sendok tersebut saya simpan di laci meja saya, dibagian atas, bercampur dengan kalkulator, penggaris dan alat tulis yang lain. Kadang sendok teh itu juga saya kantongi di saku jeans saya, jika saya belum punya waktu untuk masuk ke ruang kerja saya. Memang terkesan agak "jorok" atau "disgusting", tapi perlu diketahui, saya selalu membilas sendok teh habis pakai tersebut dengan tap water sebelum masuk ke saku jeans atau laci meja saya. Ini berarti sendoknya dalam keadaan bersih 'kan dan tidak mungkin didatangi semut-semut nakal. Terlebih lagi di Inggris tidak ada semut.

Dan ternyata, masalah peneliti dan sendok teh ini tidak hanya terjadi di tempat saya. Kesimpulan ini terjadi setelah teman satu ruangan saya menempelkan artikel dari jurnal BMJ (British Medical Journal) di papan pengumuman. Papan pengumuman ini memang biasa digunakan untuk menempelkan segala informasi yang berkaitan dengan group research kami, mulai dari jadwal meeting, jurnal terbaru, hingga hari ulang tahun anggota group.Judul artikel tersebut adalah "The case of the disappearing teaspoons: longitudinal cohort study of the displacement of teaspoons in an Australian research institute"

Saat melihat tujuan penelitian itu, saya langsung tergelitik untuk membaca artikel itu lebih lanjut. Artikel itu menyebutkan bahwa tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kecepatan hilangnya sendok teh berdasarkan tipe sendok teh atau tipe tearoom. Penelitian tersebut berlokasi di sebuah lembaga penelitian di Australia.

Yang dilakukan oleh peneliti adalah menempatkan sendok-sendok teh (yang terlebih dahulu ditandai) dengan tipe 2 tipe yang berbeda yaitu yang terbuat dari stainless steel dan yang terbuat dari bahan dengan kualitas yang lebih baik. Sendok teh tersebut ditempatkan menyebar di beberapa tearoom. Keberadaan sendok teh tersebut dipantau secara berkala tiap minggu selama 2 bulan, dan tiap 2 minggu selama 3 bulan, sehingga total waktu pengamatan adalah 5 bulan. Setelah menginjak bulan kelima, peneliti mengedarkan himbauan kepada para research staf dan student pengguna tea room di lembaga penelitian tersebut untuk mengembalikan sendok teh (yang bertanda) yang mereka miliki, apakah sendok tersebut berada di ruang kerja atau berada dirumah. Selain himbauan untuk mengembalikan sendok teh, mereka juga diminta mengisi kuisioner yang berkaitan dengan sendok teh.

Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa waktu paro (atau t1/2 atau half life) hilangnya teaspoon adalah 81 hari, atau sekitar 2.5 bulan. Tipe tearoom ternyata berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya sendok teh, misalnya pada communal tearoom, sendok teh lebih cepat menghilang (half life 42 hari atau 1.5 bulan). Tetapi, tipe sendok ternyata tidak berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya sendok teh, karena pada intinya, para peneliti di lembaga penelitian tersebut tidak peduli terbuat dari apakah sendok teh mereka, yang penting bisa digunakan untuk mengaduk. Di tempat saya pun, kadang ada beberapa teman yang mengaduk kopi atau teh dengan garpu atau pisau, atau apapun sepanjang bisa digunakan untuk mengaduk.

Yang semakin membuat saya tertawa membaca hasil penelitian ini, jika hasil penelitian di lembaga riset ini (dengan populasi kurang lebih 140 orang) diaplikasikan pada penduduk Melbourne (populasi sekitar 2.5 juta), dengan kecepatan hilangnya sendok teh yang sama, maka Melbourne akan kehilangan sendok teh sebanyak 18 juta pertahun. Jika jumlah ini dideskripsikan, panjang jajaran 18 juta sendok teh adalah lebih dari 2700 kilometer atau sama dengan garis luar pantai Mozambique..!!!

Menelusuri kemana perginya sendok teh tersebut, penelitian ini juga dilengkapi dengan kuisioner. Ternyata, lebih dari 50% penghuni lembaga penelitian tersebut menyatakan tidak mencuri/ mengambil sendok teh tersebut, dan lebih dari 50% juga menyatakan bahwa mencuri sendok teh adalah perbuatan yang tidak benar. Jika demikian, kemana perginya sendok teh dari tearoom???

Teori yang diadopsi dari Douglas Adams and Veet Voojagig, menyatakan bahwa ada planet yang menjanjikan bagi kehidupan untuk sendok teh diluar angkasa. Sehingga jika ada sendok teh yang tidak sedang digunakan atau diluar pengawasan, maka sendok teh akan perpindah melewati ruang dan waktu dimana mereka bisa menikmati Spoonoid Lifestyle atau kehidupan yang lebih baik bagi sendok teh di planet tersebut

Dugaan lainnya mengenai kemana perginya sendok teh ini, dikaitkan dengan teori counterphenomenological resistentialism, es choses sont contre nous (things are against us). Teori ini mempercayai bahwa benda tidak hidup punya kecenderungan tidak menyukai manusia, sehingga menyebabkan benda-tidak-hidup ini mengatur kehidupan manusia. Hilangnya sendok teh dengan kecepatan tinggi tanpa diketahui penyebabnya ini, membuktikan bahwa manusia sudah kehilangan kontrol terhadap sendok teh. 

Respon yang muncul dari tulisan ini lebih menggelitik. Ada yang mengkaitkan bahwa hilangnya sendok teh dikaitkan dengan teori evolusi, ada yang mengkaitkan dengan teori gravitasi lokal yang menyebabkan sendok teh mengkerut dan teori-teori lainnya. Berbagai komentar tentang artikel ini bisa dilihat disini:

Menurut saya, berdasarkan pengamatan dan pengalaman, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecepatan hilangnya sendok teh  di suatu lembaga penelitian:

Pertama, sendok teh dilengkapi dengan tracking system sejenis satelit sehingga bisa dilacak keberadaannya. Saran ini juga disebutkan oleh penulis artikel diatas

Kedua, sendok teh diberi pengait yang terbuat dari kawat baja, yang tidak bisa digunting, dan tidak bisa dipindahkan. Sehingga, sendok teh akan tetap keberadaannya.

Ketiga, merawat sendok teh dengan baik supaya mereka bisa menikmati spoonoid lifestyle di bumi dan tidak lari ke "Planet Sendok Teh" diluar angkasa. Caranya antara lain dengan mencuci/membersihkan sendok teh langsung setelah digunakan, memberikan mereka tempat yang layak pada laci meja, atau memberikan cuti tahunan kepada sendok teh. I did it.....biasanya saya memberi annual leave pada sendok teh saya saat summer holiday (sekitar bulan Agustus atau September tiap tahunnya).

Keempat, meniadakan keberadaan sendok teh dan mengganti dengan stik kayu disposable, yang penting bisa untuk mengaduk. Berdasarkan hasil penelitian diatas, bukankah material sendok teh tidak mempengaruhi? Jadi mau apapun bahannya, yang penting bisa untuk mengaduk. 

Kelima, bring your own. Setiap orang wajib membawa sendiri sendok teh untuk dirinya sendiri, sehingga tiap orang bisa memiliki kontrol terhadap sendok teh masing-masing. Ini sejalan dengan conterphenomelogical resistentialism. Manuasia lah yang harus memiliki kontrol terhadap benda tidak hidup, bukan sebaliknya. Aturan ini sudah diterapkan di tempat saya. Saya kurang tahu mulai kapan, yang jelas semenjak saya datang (sekitar Oktober 2009), saya harus membawa sendok teh sendiri, karena memang tidak ada sendok teh yang tersisa lagi di common room

Anyway, ini hasil penelitian yang benar-benar menarik. Metodenya dirancang dengan baik, hasilnya pun bisa dijelaskan dengan baik. Terbukti, tanpa dana yang besar pun, penelitian bisa tetap berjalan asal dirancang dengan baik. Artikel ini pun bisa dimuat di British Medical Journal, Journal bergengsi dengan Impact Factor sekitar 13 (ISI web of Science, 2011). Untuk merancang penelitian yang baik, tentunya seorang peneliti harus melakukan pengamatan dan study mendalam mengenai jenis penelitian yang akan dikerjakan, tujuan, metode yang digunakan dan juga melakukan pembahasan dengan baik dari hasil penelitiannya. Hal ini dapat dilakukan dengan dukungan stimulan seperti kopi atau teh, dan tidak lupa sendok teh untuk mengaduk......!!!


Mari meneliti................:-))


February 2012, on lazy Sunday Night


Link article "The case of the disappearing teaspoons: longitudinal cohort study of the displacement of teaspoons in an Australian research institute":

http://www.bmj.com/content/331/7531/1498







Saturday 17 December 2011

Pilihan Kehidupan


Hari minggu yang baik untuk bersantai. Setelah membereskan kamar dan merapikan pakaian bersih yang bertumpuk setelah dicuci, Sekar menyalakan komputernya. Jemarinya meng-klik salah satu situs yang telah di bookmark pada browser di komputernya, www.facebook.com.

Muncul foto gadis kecil lucu dengan gaun batik, bermata sipit, pada posting wall facebooknya. Pipi gadis itu menempel pada pipi wanita, yang juga bermata sipit. Rika, teman SMP dan juga tetangga Sekar dulu. Rika tidak pernah berada satu kelas dengan Sekar. Hanya karena mereka sekolah pada SMP yang sama dan rumah mereka berdekatan, Sekar menjadi akrab dengan Rika. Setiap pagi, Sekar selalu menjumpai Rika menunggu angkutan yang sama untuk berangkat ke sekolah. Pun, begitu pula disaat pulang sekolah. Lama-kelamaan mereka menjadi akrab dan sering berbagi cerita. Rika yang ia kenal adalah seorang gadis yang cerdas dan ramah. Penampilan Rika juga sederhana, tidak seperti teman-teman sebaya mereka yang saat itu sedang memasuki masa pubertas, yang sering berdandan mencolok dan bertingkah laku aneh untuk menarik perhatian cowok sekelas atau kakak kelas.

Setahun yang lalu, Rika meng- add Sekar untuk menjadi teman di facebook. Sekar pun masih mengingat gadis cerdas itu, meskipun lebih dari 15 tahun berlalu sejak mereka lulus SMP dan pindah meninggalkan kota kelahirannya. Sesaat setelah itu, muncul sapaan dari Rika di wall Sekar, "Sekar.....apa kabar? Masih ingat aku? Sudah berapa anak buah sekarang...:-))". Rika masih seperti dulu, ramah dan bersahabat. Sekar membalas sapaan Rika dengan menulis comment di bagian bawah posting tersebut, " Haiiii Rika, alhamdulillah baik. Aku belum punya anak buah Rika, masih cari Bapaknya dulu nih..hehehe....". Jawaban jujur yang Sekar berikan, Jawaban yang mungkin membuat Rika merasa kasihan dengannya, bahwa sampai seusia mereka saat ini, belum ada pasangan hidup untuk Sekar. 

Melihat foto-foto di album facebook Rika, setahun yang lalu, Sekar jadi mengambil kesimpulan bahwa Rika baru dikaruniai satu putri, yang menurut estimasi Sekar, saat itu berusia sekitar 6 bulan. Melihat foto demi foto di album "My Family" milik Rika, Sekar benar-benar terkejut. Ada foto idola mereka masa SMP dulu, yang ternyata adalah suami Rika saat ini. Wow, wajah laki-laki itu sedikit berubah, tapi Sekar masih mengenali wajah itu, Krisna, jago basket sekaligus ketua OSIS saat mereka kelas dua SMP. Ada sedikit yang berubah dari Krisna dalam foto itu, dia terlihat lebih dewasa dan kebapakan, dan juga perutnya terlihat lebih membuncit. Wajahnya tidak seganteng waktu SMP. Entahlah, itu hanya perasaan Sekar saja atau memang begitu kenyataannya. Yang jelas, saat itu Sekar tertawa geli dalam hati, oh ternyata memang penampilan fisik bukan segalanya, dia akan tergerus oleh waktu. Dan itu terbukti pada Krisna. Dia yang dulu jadi idola para cewek di sekolahnya, paling keren dan ganteng, saat ini pun penampilannya standar untuk seorang pria dewasa dengan satu anak. Atau, mungkin juga cara pandang Sekar, yang bukan ABG lagi, yang sudah berubah, sehingga seleranya juga telah berganti?

Sekali waktu, Rika menyapanya saat Sekar sedang on-line. Mulai dari berbasa-basi menanyakan kabar, akhirnya Sekar menanyakan tentang Krisna pada Rika. "Hei Rika, aku baru tau ternyata Krisna itu suamimu. Jadi ingat waktu kita SMP," tulis Sekar pada Rika. Rika pun membalas, "Hehehe....jodoh ternyata rahasia Tuhan. Ternyata Krisna sudah nge-fans denganku sejak SMP". Terbayang bagaimana Krisna saat SMP dulu, ganteng, jago basket, jadi ketua OSIS. Layaklah jika Krisna bangga dengan semua itu dan menjadikannya memilih-milih teman perempuan mana yang layak bergaul dengannya. Sekar ingat sekali, Krisna pernah menjalin cinta monyet dengan Evie, teman sekelasnya, gadis manis dan langsing dengan rambut panjang. Dugaan Sekar, gadis dengan penampilan biasa seperti Sekar dan Rika pasti tidak masuk hitungan Krisna saat itu. 

Krisna pun akhirnya melabuhkan dirinya pada Rika. Rika memang pantas dipilih. Meskipun penampilannya tidak istemewa, ada banyak keistimewaan lain dari kepribadiannya. Rika sangat ramah dan bersahabat, itu yang Sekar rasakan saat berteman dengan Rika. Rika juga cerdas. Senyum ceria dari Rika sepertinya pancaran dari sifat bersahabat dalam diri Rika. Krisna, kamu  memang tidak salah untuk memilih Rika sebagai pendamping hidupmu. Dan, bayi berumur 6 bulan di Facebook Album Rika, saat ini sudah menjelma menjadi gadis kecil bergaun batik pada foto yang muncul di wall facebook Sekar. Senyum manis Rika dengan binar bersahabat dari mata Rika menemani gadis kecil kecil bermata sipit itu. Ahh, pasti Krisna yang mengambil foto mereka berdua sehingga dia tidak muncul pada foto anak dan ibu itu. 

Sekar tersenyum dan menghela nafas, keluarga yang sangat bahagia. Jemarinya kembali berpindah pada mouse di sisi kanannya dan mulai merunut posting selanjutnya. Heiii, ada foto James bersama istrinya Valencia, mereka sedang merayakan 1st anniversary pernikahan mereka. Sekar mengenal keduanya dengan baik, dari sebelum mereka menikah. Valencia pernah magang di group research yang sama dengan Sekar selama 3 bulan. Program PhD yang diambil Valencia memang sedikit berbeda, yaitu Doctorate Training Centre, dimana di tahun pertama Valencia harus mengerjakan mini project di beberapa group research, termasuk diantaranya di research group yang sama dengan Sekar.


Pribadi Valencia yang terbuka menjadikan Sekar akrab dengan gadis Jerman ini, meskipun mereka hanya bersama selama 3 bulan. Valencia senang bercerita tentang berbagai hal, termasuk betapa bahagianya dia saat James melamarnya. "I am very happy, Sekar. I should let my family know about this. Saya akan mengabarkan berita bahagia ini saat saya pulang ke Jerman untuk merayakan Christmas nanti," dengan wajah  berbinar Valencia bercerita tentang bagaimana James telah melamarnya. Ya, peristiwa itu terjadi 2 tahun yang lalu.


Tanpa disangka, satu tahun kemudian, ada seorang PhD student yang bergabung di group yang sama dengan Sekar. Sekar hanya tahu bahwa PhD student itu berasal dari universitas lain dan sedang mengerjakan proyek kolaborasi dengan universitas tempatnya belajar. Karena kesibukan Sekar saat itu, dia belum sempat bertegur sapa dengan anak baru tersebut. Hingga pada suatu ketika, saat Sekar keluar akan keluar dari ruang makan, ada seseorang yang mendorong pintu dari arah luar dan nyaris membuat badan Sekar tersodok oleh pintu. Ohhh....ternyata anak baru itu. "Sorry, Sekar, did I hurt you?", anak baru itu menegur Sekar. Sekar menggeleng dan tersenyum, "No problem, I am okay". Sambil berlalu Sekar bertanya dalam hati," Hei, darimana dia tahu namaku, bukankah kita belum berkenalan? Sebegitu terkenalkah aku di group ini, sehingga anak baru itu langsung tahu namaku?".


Pertanyaan itu terjawab beberapa hari kemudian, ketika Sekar sedang memanaskan makanan di ruang makan. Anak baru itu pun sedang mengantri microwave yang sama dengan Sekar. "Hi, Sekar," sapa anak baru sambil tersenyum. Sekar membalas sapaannya sambil tersenyum. "I am James. Saya tahu banyak tentangmu Sekar, dari Valencia. Saya adalah tunangan Valencia. Kamu masih ingat dengan Valencia?" James membuka percakapan dengan Sekar. "Tentu James, saya masih ingat dengan Valencia. Senang bisa berkenalan denganmu, James," balas Sekar. "So, sekarang kamu bergabung di group ini?" Sekar melanjutkan percakapan. "Ya, saya mengerjakan proyek kolaborasi antara universitas saya dengan universitas disini. Sehingga ada beberapa pekerjaan yang membuat saya harus pindah ke Universitas ini," ujar James.


Perkenalan itu menjadi awal keakraban Sekar dengan James. Tiga bulan setelah James resmi bergabung sebagai PhD student di group yang sama dengan Sekar, Sekar mendapat berita bahwa James dan Valencia akhirnya melangsungkan pernikahan mereka. "Congratulations for your wedding, James. Send my regards to Valencia," tulis Sekar di Wedding Card untuk James. 


Valencia tidak salah dalam memilih pasangan hidupnya. Secara penampilan fisik, penampilan James tidak termasuk yang diunggulkan untuk standar pria British. Tapi Sekar tahu bahwa James adalah seorang pria yang baik dan bertanggung jawab. Setelah hampir 1 tahun berada dalam group research yang sama dengan James, terlihat sekali bagaimana James begitu perhatian terhadap orang lain. Tidak hanya terhadap Sekar, tapi juga terhadap teman-teman yang lain. Pun ketika saat Sekar harus pulang malam hari karena ada farewell party salah seorang anggota groupnya, James menawarka tumpangan pada Sekar. "I will be fine James, masih ada bus yang menuju ke rumah saya," Sekar mencoba menolak, meskipun dalam hati Sekar juga merasa khawatir menunggu bus sendiri saat mendekati pukul 11 malam. "Tidak, Sekar, tidak baik untukmu. Apalagi kau adalah pendatang di negeri ini. Lebih baik bersamaku. Lagipula, jalur yang aku tempuh pasti melewati tempat tinggalmu," James tetap menawarkan tumpangan pada Sekar. "Baiklah, kalau kamu tidak keberatan, James," akhirnya Sekar memutuskan. "Tentu tidak, Sekar. Kamu adalah temanku. Keselamatanmu adalah tanggung jawabku, " ujar James. 


Sekar meng"klik" tombol "like" pada foto anniversary James dan Valencia. "Happy anniversary for both of you...," Sekar menambahkan komentar pada foto mereka. Pasangan yang berbahagia dan saling mengisi. James memang pantas untuk Valencia. Berbahagialah Valencia, karena saat ini engkau bersama orang yang tepat. Seseorang yang baik dan bertanggung jawab. Sekar jadi bisa memahami mengapa Valencia memilih James, yang mungkin secara penampilan fisik tidak ada yang diunggulkan. Sekar yakin bahwa Valencia memilih James karena melihat kebaikan yang terpancar dari dalam diri pria British itu. 


Betapa mudahnya orang-orang disana memilih dan memutuskan pasangan hidup yang terbaik bagi mereka. Seperti Krisna yang memilih Rika dan James yang memilih Valencia. Bagaimana mereka bisa memutuskan bahwa dia yang terbaik, sedangkan hal ini berkaitan dengan masa depan yang belum terjadi? Pertanyaan itu selalu ada dalam benak Sekar dan jawabannya belum ditemukanya hingga sekarang, meskipun saat ini sudah tingkat pendidikan PhD yang dia ambil. Selalu saja ada keraguan di hati Sekar.


Termasuk juga keraguan terhadap kesungguhan Adriano. Apakah dia benar-benar bersedia untuk jadi teman yang baik sepanjang hidup Sekar? Apakah Adriano adalah orang yang tepat bagi dirinya? Hingga saat ini, Sekar belum bisa meyakinkan dirinya sendiri. "Sekar, aku bersungguh-sungguh terhadapmu," ucapan Adriano kembali terlintas. "Benarkah?" pertanyaan itu selalu ada dan membuat Sekar menghindari Adriano. Banyak perbedaan diantara mereka. Perbedaan budaya dan perbedaan usia. Ini yang membuat Sekar selalu berpikir untuk bisa menerima Adriano.


**********


Pria itu, Adriano Batista, lima bulan yang lalu datang dalam kehidupan Sekar. Ya, sejak supervisor Sekar memberi tugas kepadanya untuk menjadi Task Supervisor untuk mahasiswa program MSc. Adriano, berkebangsaan Italia, adalah mahasiswa yang harus Sekar dampingi. Untuk menyelesaikan program Masternya, Adriano harus mengerjakan mini project selama 3 bulan di lab yang sama dengan Sekar. Sebagai Task Supervisor, Sekar menjadi tempat bertanya dan berdiskusi bagi Adriano. Diskusi ini juga hanya terbatas tentang mini project yang dikerjakan Adriano, termasuk strategi-strategi modifikasi polymer agar bisa mencapai targetnya dalam menghantarkan obat dan masalah-masalah yang dihadapi Adriano dalam pekerjaan di lab. Sekar berusaha membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut, meskipun kadang juga tidak terselesaikan karena Sekar belum pernah menjumpai masalah tersebut sebelumnya.


"Sorry Adrian, aku juga tidak tahu kenapa metode ini tidak bisa kita aplikasikan pada sistem yang sudah kamu rancang. Tapi aku akan mencoba mencari publikasi yang terkait dengan hal ini. Mungkin kita bisa tahu jawabannya. Semoga kamu juga bisa menemukan jawabannya segera," ujar Sekar sembari melihat protokol kerja yang telah ditulis oleh Adriano. "Lalu, apa yang bisa aku lakukan? Waktuku untuk mengerjakan project ini tidak banyak, Sekar. Huhhh......apa lagi yang harus aku lakukan, " Adriano berkata sambil meremas kertas di hadapannya. "Cobalah melihat beberapa publikasi yang sudah ada. Aku akan membantu mencarinya juga. Okay, kita bertemu besok setelah jam 3 sore," ujar Sekar sambil meningglkan Adriano.


Tak disangka, saat mereka bertemu keesokan harinya "Sekar, aku temukan jawabannya. Ternyata Simvastatin lebih larut dalam metanol, sehingga kita bisa mengekstraksi simvastatin dari partikel dengan methanol dan mengendapkan polymernya dengan acetone," Adriano sudah menemukan jawaban atas problem di pekerjaan lab-nya. "Ahaaa....great, mari kita coba. Hari ini kita run sample-mu, semoga kita bisa dapat hasilnya sore ini," Sekar menyambut berita ini dengan gembira. Jika problem ekstraksi simvastatin dari polymer sudah ditemukan jalannya, tentunya project Adriano akan lebih lancar dan akan selesai dalam 3 bulan. 


Sebagai task supervisor, Sekar selalu ada untuk membantu Adrian, terutama yang terkait dengan teknis kerja. Sekar tahu, bagaimana rasanya kebingungan seorang yang baru pertama kali penelitian karena dia pun merasakan hal itu di tahun pertamanya. Tentu hal ini juga akan berat bagi Adrian, yang hanya punya waktu 3 bulan dalam mengerjakan project-nya. Selama bergaul dengan Adrian, Sekar mersakan ternyata Adrian adalah sosok yang menyenangkan. Dengan cerita-cerita lucunya, selalu membuat Sekar tertawa sambil mengerjakan pekerjaan di lab. Adrian juga menjadi teman yang baik saat istirahat di sela pekerjaan lab-nya. Perasaan nyaman pun mulai muncul pada Sekar jika berada dekat Adrian.


"Adrian, setelah selesai project ini, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Sekar di sela waktu istirahat mereka. "Menulis laporan untuk disertasi," sahut Adriano sambil menghirup kopi dicangkirnya. "Lalu? Tidak inginkah kamu melanjutkan PhD setelah selesai program Master ini? Project mu sangat menarik. Kamu bisa melanjutkan ke PhD. Sistem polymer yang kamu rancang itu bisa dimodifikasi dengan gugus aktif terhadap protein, sehingga bisa langsung masuk ke sel target, " Sekar dengan bersemangat menjelaskan sistem usulannya pada Adriano. "Entahlah, Sekar. Belum terpikir olehku. Tapi idemu boleh juga, " Adriano menjawab. "Atau kita masukkan sistem yang kamu buat tadi dalam pembawa PLGA-PEG, yang sifatnya tiksotropi, sehingga cair saat di masukkan dalam tubuh dan menjadi padat pada suhu tubuh," Sekar dengan bersemangat menawarkan idenya. "Ayolah Sekar, berhentilah berpikir tentang research project. Ini waktu istirahat," Adriano memberikan coklat yang dia bawa pada Sekar. "Bicaralah tentang hal lain, please. Ini sudah sore, aku capek memikirkan hal-hal ilmiah. Lagi?"   Adriano mengangsurkan coklat ditangannya ke arah Sekar. "Hehehe....maaf Adrian, topik ini membuatmu bosan," Sekar mengambil coklat yang diangsurkan Adriano.


"Terus, kamu ingin kita bicara apa?" lanjut Sekar. "Hmmm, apa ya? Yap...tentang pasangan ideal. Kamu ingin pasangan dari negara mana?" Adrian merespon pertanyaan Sekar. " I have no idea. Yang penting dia baik, " jawab Sekar sambil mengaduk sisa kopinya. "Sudahkah kamu menemukannya?" tanya Adrian. Sembari tersenyum Sekar menjawab, "Tentu belum Adrian. Kalo sudah tentu aku sudah menikah dengan dia, tidak mengambil PhD di negera yang jauh ini dan tidak berada disini bersamamu. "Kalo kamu?" Sekar balik bertanya pada Adrian. "Aku...hmmmm.....Inginnya dari pasangan Asia. Aku suka warna kulit orang Asia dan budaya mereka yang santun. Gaya bicara yang lembut, tetapi tetap tegas berpendapat", jawab Adrian. Tatapan Adrian dan nada suaranya berubah, "Aku ingin pasangan hidup sepertimu Sekar". Plassshh....serasa aliran udara hangat menerpa wajah Sekar. Sekar wanita dewasa yang bisa menguasai diri, dia hanya tertawa kecil mendengar pernyataan Adrian. "Aku yakin kamu bercanda Adrian. Ayo kita pulang, hari sudah mulai gelap, "Sekar bangkit dari kursinya. "Sampai ketemu besok. Bye, "Sekar berjalan menuju ruangannya. "Have a good night, Sekar", balas Adrian.


Malam harinya, Sekar memikirkan perkataan Adrian. Tahukah kamu Adrian, aku juga sebenarnya merasa nyaman denganmu. Hati kecil Sekar menyatakan hal itu. Tapi, apakah kamu bisa membuatku merasa seperti itu selama hidupku?. Dialog-dialog itu muncul dalam diri Sekar. Sekar tahu, Adrian usianya jauh lebih muda darinya. Bisakah dia menjadi pendamping yang bersedia membimbing Sekar di kehidupan? Bisakah Adrian masuk dalam keluarga besar Sekar? Bisakah keluarganya menerima Adrian yang usianya bahkan lebih muda dari adiknya yang bungsu? Bisakah ia masuk dalam keluarga Adrian yang berkebangsaan Italia? Dimana nanti mereka akan tinggal setelah menikah? Di Indonesia, Italia, atau tidak keduanya? Ahhh....pertanyaan-pertanyaan yang semakin memenuhi pikiran Sekar. Menyelesaikan PhD program tepat waktu saja sepertinya sudah menyita pikiran, haruskah pertanyaan tambahan itu menyita ruang di pikirannya juga?


Sejak sore itu, Sekar mulai menjaga sikap dengan Adriano. Hubungan dia dan Adrian hanya sebatas Task Supervisor dan project student, tidak lebih. Saat istirahat, Sekar selalu menghindari Adriano. "Coffee time....," ajak Adriano. "Aku masih ada yang harus dikerjakan. Aku terpaksa merelakan istirahat kopiku," Sekar menolak tawaran Adriano.


Adriano sepertinya merasakan perubahan sikap Sekar. Hingga suatu sore, saat Sekar bersiap pulang, Sekar melihat lambaian tangan Adriano dari luar. Sekar membuka pintu ruangannya dan menemui Adriano. "Hai, ada yang bisa aku bantu?" Sekar tetap menjaga sikapnya terhadap Adriano. "Sekar, aku tahu ada yang berubah darimu sejak sore itu. Bisakah kita bicara sebentar? Aku buatkan cappucino untukmu. Please, Sekar. Tidak lebih dari 30 menit, " pinta Adriano. Sekar menghela nafas," Okay, 30 menit untukmu dan segelas Cappucino untukku. Deal". Adriano tersenyum gembira karena Sekar menerima tawarannya.


"Aku serius dengan pernyataanku, Sekar. Aku ingin kita bisa menjalin hubungan yang lebih serius, Sekar" ujar Adriano sambil menatap Sekar. Sekar tahu, pria dihadapannya berkata jujur. Cahaya kesungguhan itu terpancar dari matanya. Tapi beribu keraguan masih mengganjal dalam hati Sekar. 


"Aku tahu Adrian, aku tahu itu dan percaya padamu. Tapi, tidakkah kau tahu Adrian, banyak sekali perbedaan antara kita. Kita berbeda Adrian, bisakah kita menjalani ini?" balas Sekar sembari mencari jawaban di mata Adrian. "Well, aku tahu itu Sekar. Tapi apakah perbedaan ini menjadi penghalang? Bisakah kita membangun jembatan agar perbedaan itu bisa terhubung?. Aku yakin kita bisa, please Sekar, apa yang kau pikirkan saat ini? Aku tidak tahu bagaimana caramu menjalani hidup jika kau sendiri tidak berusaha menjadikannya lebih baik,"   jawab Adrian untuk membuat wanita di hadapannya percaya. "Ya, tapi aku tidak cukup siap untuk membangun jembatan itu. Setidaknya untuk saat ini " balas Sekar. " Ada aku bersamamu Sekar, kita bangun bersama jembatan itu," ujar Adrian. "Aku ingin seseorang yang tidak hanya membantuku untuk membangun jembtan itu, tapi seseorang yang bisa membimbing dan menjagaku saat membangun jembatan tersebut. Aku bukan seorang yang cukup kuat untuk membangun jembatan itu Adrian, " ucap Sekar lirih. "Itu berarti kau tidak yakin denganku Sekar?" Adrian berusaha mencari jawaban dari Sekar. "Maaf Adrian, ada banyak hal yang belum bisa aku ungkapkan padamu. Percayalah, pada waktunya nanti kau juga akan bisa paham", ujar Sekar.


"Entahlah, aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan Sekar, untuk membuatmu yakin denganku. Semoga aku bisa menemukan cara lain dan bisa membuatmu yakin. Apakah perlu hipotesis dan data pendukung terlebih dulu?" Adrian berkata sembari tersenyum tipis. "Aku yakin pasti ada jalannya. Okay, 30 menit sudah aku mengambil waktumu," Adrian bangkit dari kursi mengakhiri pertemuan itu. "Semoga kau memikirkan perkataanku tadi Sekar", Adrian menenteng tasnya dan melambaikan tanggannya. "Bye," Sekar membalas lambaian tangan Adrian. 


Sekar berjalan kembali ke ruangannya sembari bermain dengan pikiran dan hatinya. "Adrian, entahlah, kenapa sampai saat ini aku belum yakin bahwa kau bisa jadi tempatku berlindung dan bisa membimbingku. Atau ini karena usiamu yang lebih muda dariku? " Sekar berdialog dalam hati. Sekar sendiri tidak tahu jawabannya. Tapi Sekar tidak mau melangkah jika dia sendiri masih ragu. Setidaknya untuk saat ini.


*********


Sekar masih berada di depan layar komputernya. Oh ya, ada foto yang ingin dia upload di facebook. Foto dari perjalanannya kemarin di Birmingham kemarin. Di kereta, dia bertemu dengan Cheung, lab mate nya, beserta pacarnya. Setelah foto ter-upload, Sekar memberi judul foto "on the way to Birmingham", dan tidak lupa memberi tag pada wajah Cheung di foto tersebut.


Tangan Sekar beralih membuka sekotak coklat dengan pita emas di sampingnya. Kotak coklat pemberian Adrian yang dia terima Jum'at lalu sebagai tanda perpisahan. "Sekar, terimakasih atas bantuanmu dalam final project-ku. Aku akan kembali ke Italia minggu depan. Tapi aku tidak akan melupakanmu Sekar. Aku akan kembali setelah menemukan cara lain untuk membuatmu percaya padaku," ucap Adrian sembari menyerahkan sekotak coklat pada Sekar. "Terimakasih Adrian, aku juga minta maaf jika aku telah mengecewakannmu. Mungkin suatu saat nanti pendirianku akan berubah. Tidak sekarang tentunya, karena akan membuatmu membatalkan untuk kembali ke rumah, " balas Sekar sambil tersenyum. "Tunggu aku Sekar, aku pasti kembali," Adrian mengucap kata perpisahan. "Hei, kau tidak boleh berjanji seperti itu. Aku tidak mau menunggumu disini terus. Aku juga ingin cepat lulus dan keluar dari gedung ini," balas Sekar sembari tertawa. "Hahaha....tentu Sekar. Good luck for your PhD, " ucap Adrian sembari melambaikan tangan.


Ya, Sekar pun tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Mungkin dengan berjalannya waktu, Sekar akan siap jika Adrian kembali. Mungkin dia akan menemukan Adrian yang lain. Atau mungkin juga ada yang lain selain Adrian, yang siap membimbing dan melindunginya? Seseorang yang siap mengajak Sekar untuk melangkah bersama melewati jembatan kehidupan tanpa keraguan. 


Dan saat ini, layar komputer masih terhampar di hadapan Sekar, dengan beberapa new stories pada wall facebook.










Posting cerita palsu pertama
Nottingham, 18 December 2011











Friday 25 November 2011

Suka dan Tidak Suka

Saya suka winter, karena malam lebih panjang sehingga dapat cukup tidur
Saya tidak suka winter, karena sering turun salju yang bikin jalanan licin dan bikin terpleset

Saya suka summer, karena terang lebih lama sehingga bisa aktif terus
Saya tidak suka summer, karena tidak dapat cukup tidur

Saya suka sambal, jika dimakan dengan pecel lele atau bebek goreng
Saya tidak suka sambal, jika dicampur dengan makanan berkuah

Saya suka makan pecel, apalagi pecel ponorogo
Saya tidak suka pecel, yang dijual di warung nya Mbak Pur

Saya suka tempe, apalagi dimakan dengan sambel bawang
Saya tidak suka tempe, yang dibungkus tepung dan dijual di warungnya Mbak Pur

Saya suka coklat, kalo sedang lapar dan bosan
Saya tidak suka coklat, karena sering bikin batuk

Saya suka kopi, karena bisa bikin kenyang dan bikin mata melek
Saya tidak suka kopi, karena bikin sering bolak-balik ke kamar kecil

Saya suka sekolah, karena ada kesempatan untuk tambah teman dan jalan-jalan
Saya tidak suka sekolah, kalo harus bikin monthly report dan presentasi

Saya suka mengajar, kalo mahasiswanya enak diajak komunikasi
Saya tidak suka mengajar, kalo harus menyiapkan bahan kuliah

Saya suka penelitian di lab, kalo hasilnya sesuai dengan yang saya prediksi
Saya tidak suka di lab, setelah menunggu satu bulan, ternyata hasilnya negatif

Saya suka berada ditempat yang baru, jika teman-teman baik dan menyenangkan
Saya tidak suka berada di tempat yang baru, karena perlu kerja keras untuk menyesuaikan diri

Saya suka warna pink, karena terlihat manis dan lembut
Saya tidak suka warna pink, karena tidak pernah bisa menolak warna ini

Saya suka pakai celana jeans, karena terasa lebih luwes dan PeDe
Saya tidak suka pakai celana jeans, karena Ibu saya selalu protes kalo saya pakai jeans

Saya suka melihat-lihat facebook, karena jadi tahu kabar terbaru
Saya tidak suka facebook, karena mengintip kabar orang lain itu bisa menyita waktu

Saya suka pulang mudik ke Indonesia, karena bisa santai dan banyak makanan enak
Saya tidak suka pulang mudik ke Indonesia, karena merasa Indonesia itu sumpek dan kebanyakan orang

Saya suka tinggal di Inggris, karena semua serba teratur
Saya tidak suka tinggal di Inggris, terutama saat summer yang bikin saya kurang tidur

Saya suka weekend, karena saya jadi punya kesempatan untuk up-date blog ini...:-))
Saya tidak suka weekend, karena bikin malas di hari Senin

Suka atau tidak suka, itu pilihan dengan berbagai alasan
Suka atau tidak suka, semua harus dijalani.
Suka atau tidak suka, kalo sudah masuk blog saya harus baca tulisan iseng ini...:-))



Posting iseng di malam Sabtu



Saturday 18 June 2011

Moving


Moving atau pindahan!!! Hal yang sebenarnya paling saya benci. Rasa kurang nyaman dengan pindahan ini adalah hal yang sangat manusiawi karena seseorang cenderung malas untuk meninggalkan zona nyaman. Membayangkan harus membereskan barang, angkut-angkut, merapikan barang di tempat yang baru, ganti alamat dan lain-lain, memang jadi faktor-faktor keberatan saya jika harus pindahan.

Sewaktu undergraduate, saya termasuk yang tidak pernah pindah tempat kos. Dulu pernah sempat berpikir untuk cari tempat kos baru karena tarif di kos yang lama naik. Tetapi setelah mencari dan mengunjungi beberapa tempat kos, tempat kos yang lama kok terlihat lebih nyaman dan murah ya. Alhasil saya urungkan niat untuk pindah kos hingga saya akhirnya lulus apoteker.

Lulus dari perguruan tinggi di Jogja, saya diterima kerja di Universitas swasta di Solo. Karena malas pindahan, saya nekad "nglaju" atau jadi komuter Jogja-Solo selama 1 bulan. Tapi ternyata....capeeekkkkk deh......serasa tua di jalan dan jadi tidak efektif. Setelah pulang, saya jadi tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang lain. Akhirnya, saya mulai mencari tempat kos di Solo, dan pindahan lagi.

Tempat kos saya di Solo ini termasuk nyaman, bagus dan murah. Ibu Kos nya pun baik hati. Saya tentu betah sekali dan tidak melirik kos yang lain untuk pindah. Sampai akhirnya saya memutuskan pindah ke Bandung karena mengambil program Master di ITB. Hufff...terulang lagi peristiwa cari kos dan pindahan.

Pertama di Bandung, saya dapat tempat kos di daerah Cisitu Baru. Tempatnya bagus dan cukup nyaman, dekat pula dengan Pasar Simpang Dago. Tempat ideal memang untuk saya karena daerah ini merupakan tempat ideal untuk jajan dan membeli makanan. Hanya saya merasa kesepian di tempat baru ini. Di Kos Cisitu ini penghuninya mencapai 35 orang, sehingga kami saling tidak mengenal satu sama lain. Bagi saya yang terbiasa dengan budaya kos-kos-an di daerah Jogja dan Solo, keadaan seperti ini sangat tidak nyaman. Di kos Jogja dan Solo, sesama penghuni kos saling mengenal satu sama lain dan menyempatkan bertegur sapa.

Niat mencari tempat kos dengan penghuni yang lebih sedikit akhirnya tercapai. Teman saya di kampus menawarkan kos di dekat rumahnya, daerah Kebon Bibit, yang penghuni kosnya hanya sekitar 4-5 orang. Jumlah penghuni ideal menurut saya, karena dengan jumlah penghuni yang tidak terlalu banyak ini, kita bisa saling mengenal satu sama lain. Menginjak bulan keempat di Bandung, saya pun pindah ke tempat kos di Kebon Bibit ini. Alhamdulillah, suasananya nyaman, seperti yang saya harapkan. Saya pun bertahan ditempat ini hingga menyelesaikan program master saya.

Kembali ke Solo, saya pun booked tempat kos yang lama. Sekali lagi karena saya sudah merasa nyaman ditempat ini. Sampai akhirnya, alhamdulillah, saya memiliki rumah di Solo. Rumah sudah jadi, tapi untuk pindahan dari tempat kos ke rumah......maleeeessssss banget. Saya membayangkan sangat tidak nyaman jika harus tinggal sendirian dirumah, tentu akan lebih nyaman tinggal di tempat kos yang banyak temannya untuk ngobrol. Rumah saya akhirnya hanya jadi penginapan sementara, jika ortu atau ada saudara saya datang, maka saya pun tinggal di rumah itu. Begitu mereka pulang, saya pun kembali ke tempat kos di Mendungan.

Sampai akhirnya, saya harus berangkat melanjutkan sekolah ke Nottingham, barulah saya total pindahan ke rumah tersebut. Ya, karena kontrak di tempat kos itu sudah habis dan saya harus membereskan barang-barang saya yang tidak mungkin ditinggal di Kos Mendungan. Itupun disertai dengan tindakan menginap di kos mendungan tiap malam, hingga akhirnya saya berangkat ke Nottingham.

Di Nottingham, saya tinggal dengan keluarga teman. Kebetulan mereka punya kamar kosong yang bisa di share. Sampai akhirnya, di akhir tahun kedua saya di Nottingham, saya harus pindah lagi. Teman saya dan keluarganya harus pulang kembali ke Indonesia. Saya harus pindah atau moving lagi tentunya......................dan saya benci ini. Padahal saya sudah nyaman sekali tinggal ditempat yang lama itu. Saya sudah merasa akrab dengan jalan-jalan di daerah itu, dengan sopir bis yang melintas di daerah itu, dan terpenting sudah akrab dengan sesama penumpang di bus stop daerah itu. Salah satunya ya Simbah itu.

Saya pun dapat tempat baru nyaman, share dengan keluarga dari Indonesia juga. Saat menjelang pindahan adalah saat yang paling tidak saya sukai. Harus packing barang-barang, angkut-angkut dan menata di tempat yang baru. Belum lagi saat itu adalah awal Juni, bulan yang paling gawat bagi saya. Di bulan Juni ini saya harus menyiapkan 2 talk presentasi di grup, 1 presentasi poster, dan 2nd year report!!! Rasanya kalo bisa memilih, saya memilih untuk tidak pindah sampai semua report saya selesai. Barang-barang saya pun ternyata sudah mengembang 4 kali lipat dari semenjak saya tiba di Nottingham. Ini juga yang membuat saya bertekad untuk tidak belanja membeli barang-barang sampai saya lulus nanti. Sepertinya saya bisa menjalani ini. Tiga minggu di tempat baru ini, saya hanya belanja barang consumable dan belum belanja barang-barang yang tidak perlu. Lets see, berapa bulan saya bertahan dengan tekad ini.

Ditempat yang baru ini, bus stop nya tidak terlalu jauh dari rumah. Hanya perlu waktu semenit untuk jalan dari tempat tinggal baru ini ke bus stop. Pilihan bus nya pun lebih banyak, karena tempat tinggal saya yang baru ini terletak di jalan raya. Disini sekarang saya menunggu bus:




View Larger Map

Teman sesama penunggu bus di bus stop ini juga berganti. Cuma saya belum mendapatkan teman ngobrol selama menunggu bus di tempat ini. Eh, tapi ada sesama student Uni Nottingham juga yang sering bareng dengan saya berangkat dari bus stop ini. Hingga saat ini, hanya sapaan "morning" yang saya dapatkan. Mungkin nanti bisa meningkat jadi teman ngobrol seperti Simbah itu.



-Saturday afternoon at Queens Road-

Sunday 13 March 2011

Namaku Margaret

Judul Buku : Are You There, God? It's Me, Margaret
Penulis : Judy Blume
Jumlah halaman: 152 halaman
Penerbit : Macmillan Children's Books


Novel versi Bahasa Indonesianya pertama kali saya baca sekitar awal tahun 90-an, saat saya masih SMP. Cerita ini dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Gadis, majalah remaja yang sangat terkenal saat itu. Menurut saya, ceritanya sangat berkesan sekali, mungkin juga dikarenakan saat itu saya juga baru memasuki masa remaja, sehingga merasa apa yang dialami Margaret ini juga terjadi pada saya.

Setelah mencari-cari, akhirnya saya menemukan buku versi aslinya (berbahasa Inggris) di Amazon. Cukup murah, hanya 2.5 pounds termasuk ongkos kirim. Ternyata ini novel karangan Judy Blume, penulis Amerika yang terkenal dengan novel-novel khusus remaja. Novel dengan judul "Are You There, God? It's Me, Margaret" ini ternyata sudah diterbitkan sejak tahun 70an. Ini berarti saat saya membaca versi majalah Gadis, novel ini sudah berusia 20 tahun, dan saat saya membaca versi Bahasa Inggrisnya, novel ini sudah berusia 40 tahun. Wowww.......

Novel berlatar cerita di daerah New Jersey ini bercerita tentang bagaimana seorang remaja sedang berkembang secara psikologis dan kebimbangannya tentang agama apa yang harus dia anut. Margaret duduk di 6th grade, dan tidak memiliki agama. Ayah Margaret adalah seorang Jewish dan Ibunya seorang Christian. Mereka tidak memaksakan Margaret untuk menganut agama tertentu sampai nanti Margaret dewasa dan menentukan sendiri keinginannya. Tapi, justru hal inilah yang membuat Margaret bingung, karena dia merasa berbeda dengan teman-temannya yang lain, tidak ke kuil Jewish atau ke Sekolah minggu untuk beribadah. Hal ini juga yang membuat Margaret membenci hari-hari libur keagamaan, karena dia merasa tidak ada sesuatu yang spesial di hari libur keagamaan.

Meskipun belum memiliki agama, Margaret percaya akan adanya Tuhan. Ini yang membuat Margaret selalu berdialog dengan Tuhan untuk segala hal yang ada dipikirannya atau yang dia inginkan. Termasuk saat ingin memiliki tubuh yang tinggi seperti Laura Danker, gadis paling cantik di kelasnya. Juga saat dia naksir dengan Moose, pemotong rumput di halaman rumahnya.

Seperti layaknya ABG, Margaret juga memiliki geng beranggotakan 4 orang yaitu dia, Nancy, Janie dan Gretchen. Geng ini juga yang membantu Margaret mengerti bagaimana tumbuh menjadi seorang remaja, karena disini mereka bertukar cerita tentang segala hal, mulai dari membeli bra, membeli pembalut, hingga dalam hal membuat daftar orang yang mereka taksir.
Karakter anggota geng ini juga berbeda-beda. Nancy digambarkan sebagai seorang yang senang memimpin, tahu segala hal dibandingkan teman-temannya, tetapi dia terkadang berbohong supaya terlihat hebat dihadapan teman-temannya. Oleh karena itu, Nancy dianggap sebagai pemimpin di geng mereka, PTS, Pre Teen Sensation.

Di Novel ini juga digambarkan bagaimana Margaret dan teman-temannya mulai tertarik pada pria disekitarnya. Mereka sepakat membuat list pria yang menarik, menurut mereka, yang harus di update setiap minggu dan dilaporkan dalam pertemuan mingguan PTS. Margaret menemukan bahwa Phillip Leroy selalu berada di urutan pertama pada daftar pria yang disukai-minggu ini, pada daftar yang dibuat oleh Nancy, Janie dan Gretchen. Margaret juga menulis nama Philip pada daftarnya. Bedanya, Margaret menulis ini karena dia tidak ingin jujur bahwa dia sebenarnya naksir Moose, anak laki-laki yang membantu memotong rumput di rumahnya, yang dianggap anak nakal oleh teman-temannya. Oleh karena itu, Margaret jadi berpikir jangan-jangan Nancy, Gretchen, dan Janie pun sebenarnya tidak naksir Phillip, tapi hanya ingin dianggap keren, karena Phillip memang pantas untuk ditaksir.

Dalam novel ini, banyak hal-hal yang bisa membuat saya tertawa geli. Judy Blume benar-benar bisa menggambarkan sosok Margaret sebagai remaja yang sedang tumbuh, yang terkadang pikirannya berbeda dari pikiran orang dewasa. Sewaktu diminta mengisi formulir perkenalan dengan guru barunya di kelas, Mr. Bennedict, Margaret menulis sesuatu diluar dugaan. Saat diminta mengisi " I think a male teacher.....", Margaret seharusnya menulis kesannya tentang guru laki-laki. Tetapi Margaret mengisi dengan jawaban yang simpel "I think a male teacher is opposite a female teacher". Benar juga sih.......

Juga digambarkan bagaimana malunya Margaret dan Janie saat pertama mencoba membeli pembalut wanita di toko, dan kasirnya adalah seorang pria. Judy Blume menggambarkan dengan detail bagaimana paniknya mereka, sehingga akhirnya Janie membatalkan niatnya membeli pembalut wanita. Padahal bagi seorang kasir pria, setiap harinya dia menghadapi ratusan pelanggan yang membeli pembalut wanita. Dengan pembalut wanita yang dibelinya ini Margaret belajar bagaimana cara memakainya, meskipun dia belum mengalami menstruasi. Dari hasilgoogling, memang pembalut wanita yang dipasarkan sekitar tahun 70an itu berbeda dengan pembalut wanita saat ini. Pembalut wanita versi lama menggunakan semacam belt/ikat pinggang, untuk menjaga pembalut tetap pada posisinya saat digunakan. Saat itu mungkin belum ada pembalut wanita yang berperekat seperti saat ini, yang lebih mudah untuk digunakan dan simpel.















Sanitary Belt, yang digunakan bersama pembalut wanita. Versi ini yang ada sekitar tahun1970an, saat Judy Blume menulis novel "Are you there, God? It's me Margaret"


Margaret sebenarnya merupakan sosok yang religius, hanya dia belum bisa menentukan pilihan yang terbaik baginya. Digambarkan dalam novel ini bahwa Margaret setiap hari berdialog dengan Tuhan, tentang segala keinginannya. Margaret juga yakin, bahwa jika dia meminta pada Tuhan, pasti akan dikabulkan. Saat ayahnya terluka akibat mesin pemotong rumput, Margaret berdoa agar keadaan ayahnya tidak bertambah memburuk. Termasuk saat dia meminta agar segera mendapatkan menstruasi, supaya tidak kalah dengan teman-teman satu geng-nya. Margaret semakin yakin bahwa Tuhan selalu mengabulkan permintaannya, setelah pada akhirnya dia mendapatkan menstruasi pertamanya setelah ulang tahunnya yang keduabelas. Margaret merasa senang karena dia tidak tertinggal dibandingkan Gretchen dan Nancy, yang sudah lebih dulu mendapatkan menstruasi pertamanya.

Novel ini memang sangat menghibur dan bagus juga dibaca oleh para remaja dan dewasa. Sampai saat ini, saya sangat terkesan sekali dengan cerita Margaret ini. Menurut saya, novel ini sangat menggambarkan bagaimana perasaan dan perkembangan seorang anak remaja, baik dari segi psikis dan psikologis. Selain itu, novel ini juga menggambarkan bagaimana kebimbangan seorang anak remaja yang tidak memiliki pegangan agama tertentu. Masukan yang bagus untuk para orangtua, supaya mendidik anak-anaknya dengan pondasi agama yang kuat sehingga anak-anak tidak menjadi bimbang dan ragu terhadap keberadaan Sang Pencipta.

*There a lots of things about growing up that are hard to be honest about, even with your best friends*